Tiada perjumpaan yang tak ditutup oleh perpisahan. Pun pada perhelatan Festival Dalang Bocah dan Festival Dalang Muda Tingkat Nasional ini. Empat hari sudah ajang digelar, tiba jua di penghujung acara. FDB dan FDM pun memasuki sesi penutupan. Mulai dari pihak Pemerintah yang diwakili oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Ketua Senawangi Suparmin Sunjoyo, Dewan Pertimbangan PEPADI Pusat Ekotjipto, Ketua Umum PEPADI Pusat Kondang Soetrisno, Dewan Juri yang dipimpin oleh Yanusa Nugroho (FDB) dan Sugeng Nugroho (FDM), serta beberapa tamu kehormatan lainnya telah menempati kursi deret depan Panggung Candi Bentar, lokasi penutupan acara sekaligus tempat hasil Festival diumumkan Ahad, 23 September 2018.

Antusiasme penonton sendiri belum juga surut. Bahkan kian meningkat seiring akan diumumkannya hasil Festival. Rombongan kontingen dari masing-masing daerah yang ikut berlaga pun tak mau ketinggalan momen paling dinanti ini. Sehingga kursi Panggung Candi Bentar tak mampu menampung seluruh hadirin yang ingin menyaksikan. Gending pun mengalun membuka sesi penutupan. Satu per satu nama peserta dipanggil tuk berbaris di depan panggung.

Dewan juri selaku pihak yang paling determinan terhadap hasil keputusan FDB dan FDM Tingkat Nasional 2018 pun memulai rangkaian kata penutup. Yanusa Nugroho sebagai Ketua Dewan Juri FDB pun mulai angkat bicara di muka panggung. Dalam kata penutupannya ia merasa sedang menyelam di dalam lautan selama mengikuti pertunjukan Dalang-dalang Bocah sepanjang empat hari ini. Namun bukan pasir yang ia temui, melainkan mutiara. Potensi para penampil menurutnya sangat luar biasa. Secara pribadi ia mengaku tak tega melakukan eliminasi mengingat ciamiknya para Dalang Bocah memainkan perannya. Ia pun melempar usul agar jangan hanya enam peserta yang dimasukkan sebagai penyaji terbaik. “Kalau bisa, semua dapat jatah penyaji terbaik berdasarkan kelebihannya masing-masing,” usulnya.

Lain lagi dengan penuturan Sugeng Nugroho yang mengetuai Dewan Juri FDM yang lebih banyak mengkritisi penampilan para Dalang Muda. Menurutnya, para Dalang Muda tahun ini belum maksimal dalam unjuk kebolehan. Beberapa kali terlihat banyak sekali pengulangan yang dilakukan peserta. Ia pun memberi penekanan pada sisi teknis dalam konsep Pakeliran padat yang seharusnya memaksimalkan tiap bunyi dan gerak sehingga pengulangan cerita bisa diminimalisir. “Kalalu sesuatu bisa diungkapkan melalui gending, ya sudah. Nggak usah diulang lagi,” paparnya mengkritisi para Dalang Muda yang dianggap masih kurang memahami konsep Pakeliran Padat. Festival mendatang, ia berharap agar masing-masing daerah lebih serius lagi mempersiapkan lakon yang lebih mengena sehingga bisa ‘menyentuh’ penonton.

Dari sisi penampilan, apa yang tersaji di panggung FDB dan FDM memang terlihat sedikit kontras. Jika para Dalang Bocah mampu menampilkan pertunjukan yang mengundang decak kagum dewan juri dan penonton, tidak demikian dengan penampilan di Candi Bentar, lokasi FDM digelar. Greget para Dalang Muda yang sedikit lebih senior justru terlihat sedikit di bawah penampilan Dalang Bocah di panggung Putro Pendowo, Taman Mini Indonesia Indah. Jangankan Dewan Juri yang memang bertanggungjawab untuk menilai tiap detil pertunjukan, penonton awam saja bisa melihat bedanya. Penampilan para Dalang Muda yang di bawah ekspektasi ini mengundang kritik dari banyak pihak. Dalang senior Ki Manteb Soedharsono pun turut melontarkan kritik yang serupa. Sementara Ketua Umum PEPADI Pusat Kondang Soetrisno dengan terbuka menyampaikan kekecewaannya pada penampilan para Dalang Muda pada pidato penutupannya. Sedangkan untuk para Pembina, Kondang berpesan agar

Jika pada sesi pembukaan Kondang Soetrisno sempat melontarkan harapan cukup tinggi pada FDM 2018, nyatanya pada sesi penutupan Ketum PEPADI Pusat ini mengaku kecewa. Beliau menggarisbawahi persiapan PEPADI Daerah yang dianggap kurang maksimal. “Kritik saya terhadap pengurus dan pembina di daerah, tolong persiapkan peserta dengan baik,” tegasnya. Sang Ketua Umum bahkan terang-terangan kekecewaan utamanya tertuju pada kontingen dari Jawa Tengah yang dianggap sangat buruk persiapannya. Tatkala kontingen dari Kalimantan Barat yang relatif jauh lokasinya dari ibukota saja bisa mempersiapkan diri untuk tampil, kenapa Jateng yang posisinya lebih dekat justru bisa sampai urung tampil di ajang regenerasi Pedalangan tingkat nasional. Adapun kontingen dari Jawa Timur mendapat pujian karena dianggap melakukan persiapan lebih matang dari daerah lain.

Meski diundang dalam sidang Dewan Juri untuk menetapkan pemenang, Kondang Soetrisno mengaku menolak terlibat. Alasannya supaya keputusan yang dihasilkan benar-benar terjaga independensinya. “Sampai sekarang saya belum buka isi map ini. Saya nggak tahu apa yang ditulis di dalamnya,” ujar beliau sambil mengangkat map kuning yang berisi hasil pengumuman FDB dan FDM. Sebelum membuka map, beliau menyempatkan diri meberi wejangan pada para peserta agar jangan cepat berpuas diri. “Manfaatkan kemajuan zaman sekarang. Harus Go Digital. Kalau mau belajar, tinggal klik,” tukasnya.

Sebagaimana sudah diumumkan di artikel sebelumnya, delapan penyaji terbaik (non ranking) terpilih pada FDB dan enam penyaji terbaik (non ranking) dari FDM. Sementara nama Muhammad Nur Fauzy dari Tulungagung, Jawa Timur yang membawakan lakon Babad Wanamata (gagrag Wayang kulit Surakarta) terpilih sebagai Dalang mumpuni Festival Dalang Bocah Tingkat Nasional 2018. Dan dari ajang Festival Dalang Muda Tingkat Nasional 2018, nama M. Akbar Syah Alam dari Nganjuk, Jawa Timur yang membawakan lakon Maguru (gagrag Wayang Kulit Surakarta) dinobatkan sebagai Dalang Mumpuni. (Marthin Sinaga)